Tugas Kuliah Askeb Single Parent

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian

Single parent atau orang tua tunggal adalah orang yang melakukan tugas sebagai orang tua (ayah dan ibu) seorang diri, karena kehilangan/ terpisah dengan pasangannya.

Keluarga tunggal adalah keluarga yang sehat. Tidak ada yang salah dengannya. Sepanjang interaksi antar anggota keluarga terus terjadi dan terjalin dengan baik, maka keluarga tunggal bukanlah broken home. Keluarga broken home adalah keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak terjalin dengan baik; antar anggota keluarga tidak saling terhubung, komunikasinya tidak jalan. Biasanya, justru dalam keluarga tunggal komunikasi akan lebih lancar dan ikatan antara anggota keluarga akan lebih erat.

2. PENYEBAB

Ada banyak alasan yang menyebabkan seseorang menjadi Single Parent,
diantaranya :
a. Tinggal terpisah karena pasangannyabekerja/belajar di kota/negara
lain.

Single parent yang terpisah dengan pasangan karena bekerja/belajar di
kota/negara lain, memiliki beberapa masalah, seperti : merasa kesepian,
tidak terpenuhinya kebutuhan seks sementara secara de jure ia seharusnya
bisa mendapatkan pemenuhan kebutuhan seks dari pasangannya. Saat
pasanganya berada jauh darinya, ia juga merasa berat membesarkan anak
sendiri.

b. Kematian pasangan.

Seseorang yang menjadi single parent karena kematian juga mengalami
masalah yang berat. Kematian pasangan yang mendadak membuat ia tidak
siap menerima kenyataan. Namun jika mendapatkan pelayanan
pendampingan/konseling yang tepat, ia dapat melalui masa-masa gelapnya.
Idealnya, ia harus mendapatkan konseling kedukaan yang tepat sehingga
kedukaannya tidak berlarut-larut (tidak lebih dari 6 bulan). Kedukaan
yang berlarut-larut memperlambat pemulihan hati anak-anaknya. Selain
itu, beberapa single parent yang ditinggal mati pasangannya mengalami
masalah keuangan dan merasa kesepian.

c. Perceraian

Dibandingkan dengan kedua jenis single parent di atas, single parent
yang berpisah dengan pasangannya karena perceraian, memiliki masalah
yang lebih serius lagi. Setidaknya saya mencatat ada 6 masalah besar,
yaitu :
1.Masalah emosional
2.Masalah hukum (hak asuh, dll)
3.Menjalin hubungan baik dengan mantan suami/istri 4.Menghadapi anak
5.Masalah dengan lingkungan 6.Masalah keuangan

Kondisi emosional single parent pasca perceraian :
. Kecewa
. Marah
. Mencari kambing hitam
. Membenci mantan suami/istrinya
. Cemburu terhadap rivalnya
. Mudah marah kepada anak-anak
. Luka batin/trauma
. Kesepian
. Merasa tak berharga
. Merasa teraniaya oleh lingkungan
. Mengasihani dirinya sendiri

3. MASALAH

Masalah Single Parent Pasca Cerai Dengan Anak-anaknya :
1. Single parent yang belum mengampuni dan masih membenci mantan
suami/istrinya akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak-anaknya.

2. Single parent seringkali tidak menyadari bahwa ia bukan "super
man/super women" sehingga di depan anak-anaknya ia berusaha menunjukkan
dirinya perkasa dan dapat menyelesaikan segala sesuatu tanpa orang lain.
Ia tidak melihat bahwa anak-anaknya memerlukan tokoh pengganti ibu/ayah.

Single parent pasca perceraian juga mengalami masalah dengan mantan
pasangannya. Karena pengalaman pahitnya, seorang single parent sering
tidak menyadari bahwa sejelek apapun mantan suami/istri-nya, ia tetap
ayah/ibu dari anak-anaknya. Sebelum single parent mengampuni mantan
pasangannya, ia cenderung ingin balas dendam. Beberapa single parent
bahkan melakukan usaha balas dendam balas dendam kepada mantan
pasangannya, dengan memanfaatkan anak-anaknya.

Apa yang dibutuhkan seorang single parent saat menghadapi situasi yang
sulit pasca perceraiannya?
. Single parent perlu menjalani konseling pribadi untuk membagi
beban/pergumulannya.
. Jika diperlukan, single parent juga bisa menjalani terapi untuk
recovery dari trauma-traumanya. Untuk mencapai pemulihan, seorang single
parent mau tidak mau harus mengampuni diri sendiri. Selanjutnya single
parent juga harus mengampuni mantan pasangaannya. Kalau seorang single
parent merasa disakiti oleh pihak ketiga, mertua atau orang lain di
sekitarnya, maka single parent tersebut juga harus mengampuni mereka.
. Dukungan sosial/komunitas teman senasib (sesama single parent) juga
dibutuhkan untuk menguatkan hati seorang single parent. Setidaknya,
dalam persekutuan dengan kaum senasib, seorang single parent merasa
tidak sendiri.
Sesama single parent tentunya akan lebih mudah mengerti perasaan satu
sama lain dan berempati dengan kawan senasibnya.
. Mendidik anak bersama-sama apasangan saja tidak mudah, apa lagi untuk
menjadi single parent yang harus mengasuh dan membesarkan anak seorang
diri.
Oleh sebab itu, seorang single parent membutuhkan
pengetahuan/ketrampilan single parenting yang memadai supaya bisa
menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Tanpa ketrampilan single parenting, seorang single parent akan mengalami
kesulitan bagaimana menolong anak-anak untuk keluar dari trauma dan
kepahitan hidupnya.
. Seorang single parent juga perlu melatih diri untuk bersikap bijaksana
terhadap lingkungan.
. Untuk mengatasi masalah ekonomi, seorang single parent membutuhkan
kesempatan untuk mengembangkan/memanfaatkan talentanya dalam
kegiatan-kegiatan produktif. Mungkin sementaraa ini ada beberapa orang
berpikir untuk memberikan santunan sosial kepada single parent. Namun
kita perlu hati-hati, pemberian bantuan cuma-cuma atau santunan sosial
justru bisa merendahkan martabat dan harga diri seorang single parent.
Bantuan yang berdasarkan rasa kasihan atau iba juga dapat memanjakan dan
"memiskinkan"
single parent. Artinya, bantuan cuma-cuma tidak akan "memerdekakan"
seorang single parent.
. Perceraian dengan pasangan seringkali merusak harga diri seorang
single parent. Bahkan tidak sedikit single parent yang kehilangan makna
hidupnya gara-gara ditinggalkan/bercerai dengan pasangan. Untuk membantu
single parent menemukan kembali makna hidupnya, seorang single parent
bisa dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sosial atau kerohanian. Namun
hal ini baru bisa dilakukan setelah sang single parent mampu menenangkan
anak-anaknya.

Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya orang tua tunggal adalah:

a. Jikalau pasangan hidup kita meninggal dunia, otomatis itu akan meninggalkan kita sebagai orang tua tunggal.

b. Jika pasangan hidup kita meninggalkan kita atau untuk waktu yang sementara namun dalam kurun yang panjang. Misalkan ada suami yang harus pergi ke pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.

c. Yang lebih umum yakni akibat perceraian.

Dari ketiga kasus di atas yang memungkinkan terjadinya orang tua tunggal, sebenarnya yang berdampak paling negatif ialah perceraian. Dan yang juga sama negatifnya, kalau salah seorang dari orang tua kita itu harus mendekam di penjara.

Pada dasarnya kehilangan figur ayah atau ibu dalam rumah tangga pasti membawa akibat pada pertumbuhan anak-anak dan juga pada yang ditinggalkan itu.

Ada beberapa akibat langsung yaitu:

a. Yang pertama ialah hilangnya interaksi langsung dari orangtua. Hal ini sangat mempengaruhi pertumbuhan si anak, karena si anak sebetulnya sangat memerlukan pembicaraan, tukar pikiran, dialog dengan si ayah. Dia juga harus mendapatkan banyak informasi atau bagaimana menjdi seseorang dalam hal ini seorang pria dari figur si ayah.

b. Yang kedua adalah hilangnya kesempatan untuk meneladani perilaku atau sikap orangtua yang tidak ada lagi. Anak belajar bukan saja dari pembicaraan yang dilakukannya dengan orang tua, tapi anak terutama belajar dari apa yang dilihatnya.

c. Yang ketiga, orang tua yang tertinggal atau yang hidup bersama si anak akan kehilangan kesempatan untuk berdiskusi dalam pengambilan keputusan dan ia pun akan memiliki kebutuhan emosional yang besar akibat kesendiriannya itu.

Dalam kasus kedua orang tua hilang dalam sekejab atau mendadak, misalnya karena kecelakaan, itu dampaknya akan lebih parah bagi si anak. Waktu kedua orang tua tidak ada lagi, yang direnggut pergi darinya adalah keamanannya.

Dalam hal seperti ini yang perlu kita lakukan adalah

1. Yang pertama, bisa kita sampaikan adalah bahwa hidup ini tidak hanya di bumi.

2. Yang kedua, tekankan bahwa kita akan hidup bersama Tuhan di Sorga. Hidup bersama di Sorga adalah hidup yang jauh lebih baik dari hidup di masa sekarang ini di bumi.

3. Yang berikutnya kita juga harus menekankan bahwa hidup ini sementara, bahwa kita tidak akan selalu bersama dia, dan kita tidak mengetahui kapan kita akan meninggalkan mereka. Dan sebaliknya mereka pun sementara, itu juga kita bisa tunjukkan kepada mereka bahwa suatu haru kelak mereka pun akan meninggalkan kita atau meninggalkan bumi ini. Perlahan-lahan konsep ini bisa kita sampaikan, namun tidak sekaligus.

4. DAMPAK PSIKOLOG

Menurut Lifina Dewi, M.PSi, psikolog dari Universitas Indonesia, dampak psikologis yang dihadapi anak dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain kepribadian dan gender si anak, serta bagaimana penghayatan si ibu terhadap peran yang dijalaninya.
"Pada anak-anak yang memiliki sifat tegar atau cuek mungkin dampaknya tidak terlalu terlihat, tapi untuk anak yang sensitif pasti akan terjadi perubahan perilaku, misalnya jadi pemurung atau suka menangis diam-diam, hal ini biasanya terjadi pada anak yang orangtuanya bercerai," ujarnya.
Seorang anak laki-laki membutuhkan figur ayah untuk mempelajari hal-hal yang tidak dia dapatkan dari ibunya, begitu pun dengan anak perempuan, ada sesuatu yang dia butuhkan dari kehadiran figur ayah, misalnya bagaimana relasi interpersonal pria dan wanita.
"Setelah remaja atau dewasa, anak-anak ini mungkin saja tumbuh menjadi anak yang permisif, tertutup, pemalu atau justru agresif sekali pada lawan jenis," jelas Lifina. Untuk itu ia menyarankan agar si ibu memperkenalkan dan membiarkan si anak meluangkan waktu bersama pria yang riil, seperti kakek, paman atau teman-teman ibunya sehingga si anak tidak sepenuhnya kehilangan figur ayah.

5. PERILAKLU YANG BISA MENYEBABKAN SINGLE PARENTS

Keluarga Anda akan menjadi keluarga broken home, apabila pengasuhan yang Anda lakukan terganggu. Jika tidak terganggu, maka broken home tidak akan menjadi bagian dari keluarga Anda. Inilah beberapa perilaku orangtua yang bisa menghasilkan sebuah keluarga broken home:

  • Tidak bisa beradaptasi dalam pengasuhan
  • Terus mengajari anak-anak pelajaran-pelajaran dan berharap anak akan berubah perilakunya.
  • Menciptakan kondisi yang mendorong anak untuk gagal (selalu terburu-buru di pagi hari, meninggalkan anak-anak tanpa orang dewasa di dekat mereka, tidak menyediakan cukup waktu untuk mendengarkan anak-anak)
  • Bereaksi penuh kemarahan terhadap anak-anak
  • Memiliki motivasi untuk membalas dendam terhadap mantan pasangan atau orang lain
  • Tidak memberikan pilihan pada anak-anak
  • Hanya memberikan sedikit peringatan atau tanpa peringatan sama sekali ketika menghukum anak-anak, sehingga anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mengubah perilakunya.
  • Mengutamakan kehidupan sosialnya sendiri di atas kepentingan anak-anak, atau tidak memiliki kehidupan sosial sama sekali.
  • Sering berganti-ganti pasangan kencan
  • Selalu menunggui anak-anak di manapun mereka berada
  • Tidak menciptakan batasan-batasan
  • Tidak bisa diduga, misalnya marah karena sebuah perilaku hari ini namun tertawa karena perilaku yang sama di hari yang lain
  • Membiarkan anak tidak terkontrol dan tidak hormat kepada orang lain
  • Menyelamatkan anak-anak dari konsekuensinya sebagai anak di usianya

6. DAMPAK SINGLE PARENTS

a. Masalah finansial

Salah satu masalah utama yang pelik yang dihadapi banyak orangtua tunggal adalah masalah finansial, terutama pada ibu tunggal. Apalagi banyak ayah yang setelah bercerai mengabaikan kewajibannya untuk memberikan nafkah hidup kepada anak-anaknya. Mereka kabur begitu saja. Tak pelak ibulah yang harus menanggung total seluruh biaya pengasuhan anak-anak.

b. Masalah ekonomi

Papalia, Olds & Feldman (2002) menyebutkan bahwa kemiskinan akan memberikan efek gangguan emosional kepada orangtua, yang kemudian akan mempengaruhi cara mereka dalam mengasuh anak-anak. Sudah tentu, oleh karena mengalami gangguan emosional, maka orangtua boleh jadi mengasuh anak dengan cara yang tidak tepat dan tidak proporsional. Beberapa daftar perilaku orangtua di atas merupakan contoh perilaku mengasuh yang muncul sebagai hasil dari gangguan emosional yang di alami orangtua. Alhasil anak-anak pun berpotensi menjadi korbannya, yang bisa berujung pada terciptanya keluarga broken home. Biasanya, ketika seorang ibu tunggal merasa bekerja berlebihan, konflik hubungan orangtua dengan anak cenderung meningkat. Ibu yang demikian menjadi kurang perhatian dan kurang penerimaan, dan anak-anak mereka cenderung menunjukkan perilaku bermasalah.

FAKTOR PENYEBAB

meningkatnya angka perceraian, gaya hidup bersama tanpa ikatan nikah, makin bertambahnya jumlah anak-anak yang lahir di luar nikah, dan kian bebasnya hubungan seksual, telah menambah pelbagai ragam dan model single parents