A. Remaja
1. Pengertian remaja
Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2002). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan
perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2004).
2. Ciri-ciri masa remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Gunarsa (2001) menyatakan ciri–ciri tertentu yaitu:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan.
d. Masa remaja sebagai periode bermasalah.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.
g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Gunarsa (2001) menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhi (Monks, et al. 2002).
3. Tahap perkembangan remaja
Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap
yaitu :
a. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain:
1) Lebih dekat dengan teman sebaya
2) Ingin bebas
3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak
b. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain
1) Mencari identitas diri
2) Timbulnya keinginan untuk kencan
3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam
4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
5) Berkhayal tentang aktifitas seks
c. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain
1) Pengungkapan identitas diri
2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
3) Mempunyai citra jasmani dirinya
4) Dapat mewujudkan rasa cinta
5) Mampu berpikir abstrak
4. Perkembangan fisik
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat.
Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu
ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian
lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut
a. Ciri-ciri seks primer
Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan
bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah:
1) Remaja laki-laki
Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah
mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun.
2) Remaja perempuan
Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi),
menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.
b. Ciri-ciri seks sekunder
Menurut Sarwono (2003), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja
adalah sebagai berikut :
1) Remaja laki-laki
· Bahu melebar, pinggul menyempit
· Petumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki
· Kulit menjadi lebih kasar dan tebal
· Produksi keringat menjadi lebih banyak
2) Remaja perempuan
· Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.
· Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang poripori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif.
· Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.
· Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.
5. Karakteristik remaja
Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada
masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13
dan14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek:
a. Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri sekunder.
b. Psikomotor, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.
c. Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.
d. Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.
e. Perilaku kognitif
1) Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.
2) Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat
3) Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas.
f. Moralitas
1) Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
2) Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidahkaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.
3) Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
g. Perilaku Keagamaan
1) Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.
2) Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
h. Konatif, emosi, afektif, dan kepribadian
1) Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.
2) Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti.
3) Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.
4) Kecenderungan kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
6. Perkembangan perilaku seksual remaja
Perkembangan fisik termasuk organ seksual yaitu terjadinya kematangan serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada laki-laki maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh faktor
perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003).
Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi remaja laki-laki, demikian pula remaja pria tubuhnya menjadi lebih kekar yang menarik bagi remaja perempuan (Rumini dan Sundari, 2004).
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul pula dorongan dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004).
Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki. Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orang-orang yang terlibat
saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan, lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2003).
B. Perilaku
1. Pengertian perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak
sadar (Green, 2000).
Menurut Skinner (2001) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua:
a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Repon seseorng terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat
orang lain.
Skinner dalam Notoatmodjo (2001) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan menjadi dua respon:
1) Respondent response atau reflexive respon,
ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap. Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi respon dan emotional behaviour.
2) Operant respons atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforsing stimuli atau reinforcer.
Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat berperan atau berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2003).
2. Perilaku ditentukan oleh 3 faktor:
Menurut Green (2000), perilaku ditentukan oleh 3 faktor:
a. Faktor predisposisi (predidposing factors) yaitu faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu perilaku.
b. Faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors) meliputi semua karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku.
c. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau kelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah atau pusat (Notoatmodjo, 2003).
C. Perilaku Seksual pada Remaja
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis. (Sarwono 2003)
Perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. (Stuart dan Sundeen 1999)
Remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). (Irawati 2002)
Perilaku seksual pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro (2003-2004) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah
1. faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan)
2. faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu), (Suryoputro, et al. 2006).
Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 450 sampel tentang perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64% remaja mengakui secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan moral agama.
Sedangkan 31% menyatakan bahwa melakukan hubungan seks adalah biasa atau sudah wajar dilakukan tidak melanggar nilai dan moral agama. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman agama berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah remaja (Media Indonesia, 27 Januari 2010).
Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Syafrudin, 2008).
Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Saifuddin dan Hidayana, 1999).
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2003).
Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan “melarikan diri“ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak (Rohmahwati, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja paling tinggi hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi (Soetjiningsih, 2006).
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan (Sarwono,2003).
E. Dampak Perilaku Seksual Remaja
Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :
1. Dampak psikologis
Dampak psikologis dari perilaku seksual pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.
2. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis dari perilaku seksual tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.
3. Dampak sosial
Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut (Sarwono,2003).
4. Dampak fisik
Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2003) adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.
F. Kerangka Teori
Karakteristik Remaja |
1. Fisik 2. Psikomotor 3. Bahasa 4. Perilaku kognitif 5. Sosial 6. Konatif 7. Moralitas 8. Perilaku keagamaan 9. Emosi, afektif 10. Kepribadian |
G. Kerangka Konsep
Variabel Bebas |
1. Pengetahuan 2. Pemahaman tingkat agama (religiusitas) 3. Sumber informasi (media) 4. Peran keluarga |
Variabel Terikat |
Perilaku Seks Remaja |
H. Hipotesis
1. Ada pengaruh antara pengetahuan terhadap perilaku seks pada remaja SMA N 1 Prembun
2. Ada pengaruh antara pemahaman tingkat agama (religiusitas) terhadap perilaku seks remaja SMA N 1 Prembun
3. Ada pengaruh antara sumber informasi (media) terhadap perilaku seks remaja SMA N 1 Prembun
4. Ada pengaruh antara peran keluarga terhadap perilaku seks remaja SMA N 1 Prembun