Definisi:Pendidikan Seksual Tentang Pembentukan Sikap

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favorable) pada suatu objek.

(Nurul, 2008)

Edward 1957, (cit. Azwar, 2008) memformulasikan sikap sebagai derajat aspek positif atau aspek negatif terhadap suatu objek psikologis.

Petty & Cacioppo 1986, (cit. Azwar 2008) sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek, atau isu-isu.

Secord & Backman 1964, (cit. Azwar, 2008) keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi tingkah laku yang terbuka. Dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan reaksi tertutup terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap seseorang adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) dan perasaan tidak mendukung (unfavorable) terhadap suatu objek. Sikap merupakan dasar seseorang untuk berperilaku. Jika sikap tersebut positif maka akan berperilaku positif dan sebaliknya jika sikap seseorang tersebut negatif maka cenderung akan muncul sebuah perilaku negatif pula.(Azwar, 2008)

b. Komponen-komponen Sikap

Komponen atau struktur sikap menurut Mar'at, 1984 (cit. Nurul, 2008):

1) Komponen Kognisi yang berhubungan belief (kepercayaan atau keyakinan), ide, konsep, persepsi, stereotipe, opini yang dimiliki individu mengenai sesuatu.

2) Komponen Afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang menyangkut perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi..

3) Komponen Konatif yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok, pengaruh media massa dan pengaruh figur yang dianggap penting. Swastha dan handoko (1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, dan kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap. (Azwar, 2008)

Beberapa pendapat di atas, faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam individu.

1) Pengalaman pribadi

Middlebrook (cit. Azwar, 2008) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.

Dasar pembentukan sikap: pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. (Nurul, 2008)

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan berarti khusus. Misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah dengan orang lain yang dianggap penting. (Nurul, 2008)

3) Pengaruh kebudayaan

Burrhus Frederick Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami (Hergenhan cit. Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah. (Azwar, 2008)

Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan, contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. (Nurul, 2008)

4) Media massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai adanya suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. (Azwar, 2008)

Media massa berupa media cetak dan elektronik., dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat , maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal, hingga membentuk sikap tertentu. (Nurul, 2008)

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan dan ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.

Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang itu tidak mengambil sifat memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap. (Azwar, 2008)

Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang. (Nurul, 2008)

6) Faktor emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. (Azwar, 2008)

a. Tingkatan Sikap

Bloom mengatakan sikap terdiri dari berbagai tingkatan sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2003)

1) Menerima (Reciving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (Responding)

Memberikan apabila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan/mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang tersebut telah menerima ide yang diberikan.

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan sesuatu atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

4) Bertanggung jawab

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

b. Faktor-faktor perubah sikap

Perubahan sikap dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: (Nurul, 2008)

1) Sumber dari pesan (informasi) Sumber dapat berasal dari media massa, seseorang, kelompok, atau institusi. Sumber yang menarik dapat bersifat sangat persuasif meskipun kadang tidak terpercaya.

2) Isi pesan Umumnya berupa kata-kata dan simbol-simbol lain yang menyampaikan informasi. Isi pesan dapat berupa:

a) Usulan, yaitu suatu pernyataan yang kita terima secara tidak kritis. Pesan dirancang dengan harapan orang akan percaya, membentuk sikap, dan terhasut dengan apa yang dikatakan tanpa melihat faktanya. Contohnya: iklan di TV.

b) Menakuti, Cara lain untuk membujuk adalah dengan menakut-nakuti. Jika terlalu berlebihan maka orang menjadi takut sehingga informasi justru dijauhi.

c) Pesan satu sisi dan dua sisi, Pesan satu sisi lebih efektif jika orang dalam keadaan netral atau sudah menyukai suatu pesan. Pesan dua sisi lebih disukai untuk mengubah pandangan yang bertentangan.

3) Penerima pesan Penerima pesan terdiri dari 3 ciri, yaitu: influenceability, arah perhatian dan penapsiran, serta kekebalan saat menerima informasi yang berlawanan.

c. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ditanyakan bagaimana pendapat atau secara tidak langsung dengan pertanyaan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden, meliputi : sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. (Azwar, 2008)

Dengan pengukuran skala likert untuk pertanyaan bersifat positif (favorable) jawaban sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 1, jawaban tidak setuju (TS) diberi nilai 2, jawaban setuju (S) diberi nilai 3 dan jawaban sangat setuju (SS) diberi nilai 4. Sebaliknya, bagi pertanyaan negatif (unfavorable), jawaban sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 4, respon tidak setuju (TS) diberi nilai 3, jawaban setuju (S) diberi nilai 2 dan respon sangat setuju (SS) diberi nilai 1. (Azwar, 2008)

1. Perilaku Seks Pranikah

a. Pengertian

Perilaku adalah respon terhadap stimulus yang sangat ditentukan oleh keadaan stimulus dan individunya (Zein dan Suryani, 2005). Perilaku seks pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis sebelum pernikahan (Sarwono, 2003). Sikap terhadap perilaku seks pranikah adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung/tidak memihak (unfavourable) pada segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis sebelum terikat tali perkawinan yang syah.

Bentuk-bentuk tingkah laku seks pranikah dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku masturbasi, onani, berpegangan tangan, cium pipi, berpelukan, cium bibir, petting dan berhubungan seksual. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi (Sarwono, 2003).

Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil di luar nikah (Sarwono, 2003).

Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain :

1) Masturbasi

Adalah menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapat kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan alat.

Secara medis masturbasi tidak akan mengganggu kesehatan, tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian tubuh lainnya. Masturbasi juga tidak menimbulkan risiko fisik seperti mandul, impotensi, dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak menimbulkan luka dan infeksi. Risiko fisik biasanya berupa kelelahan. Pengaruh masturbasi biasanya bersifat psikologis seperti rasa bersalah, berdosa, dan rendah diri karena melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh agama dan nilai-nilai budaya sehingga jika sering dilakukan akan menyebabkan terganggunya konsentrasi pada remaja.

2) Onani

Onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Sedangkan istilah masturbasi dapat berlaku pada perempuan maupun laki-laki.

3) Petting

Petting adalah melakukan hubungan seksual dengan atau tanpa pakaian tetapi tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, jadi sebatas digesekkan saja ke alat kelamin perempuan. Petting tetap dapat menimbulkan kehamilan, karena spermatozoa dapat masuk ke dalam rahim, jika spermatozoa tertumpah di bibir kemaluan (Depkes RI, 2007).

4) Hubungan Seksual

Hubungan seksual yaitu masuknya penis ke dalam vagina. Bila terjadi ejakulasi (pengeluaran cairan mani yang di dalamnya terdapat jutaan sperma) dengan posisi alat kelamin laki-laki berada dalam vagina memudahkan pertemuan sperma dan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan dan kehamilan (Sarwono, 2003)

b. Faktor penyebab

Penyebab perilaku seks pranikah adalah ketidakmampuan menahan dorongan seksual yang terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1) Kurangnya menghayati ajaran agama, pengetahuan norma sesuai ajaran agama yang kurang disertai penyebab dan akibat seks pranikah.

2) Faktor lingkungan, baik keluarga maupun lingkungan pergaulan. Lingkungan keluarga yang dimaksud adalah cukup tidaknya pendidikan agama yang diberikan orangtua terhadap anaknya. Cukup tidaknya kasih sayang dan perhatian yang diperoleh sang anak dari keluarganya. Cukup tidaknya keteladanan yang diterima sang anak dari orangtuanya, dan lain sebagainya yang menjadi hak anak dari orangtuanya. Jika tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di jalan-jalan serta di tempat-tempat yang tidak mendidik mereka. Anak akan dibesarkan di lingkungan yang tidak sehat bagi pertumbuhan jiwanya. Anak akan tumbuh di lingkungan pergaulan bebas.

3) Pengawasan masyarakat semakin menurun, masyarakat tidak lagi melakukan pengawasan terhadap perbuatan yang melanggar nilai-nilai dan sosial budaya, termasuk hubungan seks pranikah, menyebabkan kapatuhan terhadap nilai-nilai sosial budaya semakin menurun.

4) Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang kurang, sehingga mereka cenderung menggali pengetahuan lebih jauh dengan cara mencoba-coba, ditambah pula dorongan seksual yang kuat.

5) Penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa yang dengan teknologi yang canggih (contoh: VCD, buku, photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.

6) Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, salah memilih teman dapat merugikan masa depan karena mengikuti gaya hidup yang tidak sehat, seperti gaya seks bebas, penggunaan narkoba, tindak kriminal dan kekerasan (Sarwono, 2003).

c. Cara mencegah

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan upaya-upaya untuk mencegah atau menghindari seks pranikah :

1) Mencari kegiatan-kegiatan atau alternatif baru sehingga dapat menemukan kepuasan yang mendalam dalam hal yang positif.

2) Membuat komitmen bersama pacar dan berusaha keras untuk mematuhi komitmen itu. Komitmen dalam hal ini adalah kesepakatan tentang batasan-batasan aktifitas seksual yang dipilih dalam hubungan pacaran. Dalam pengambilan keputusan ini perlu dipertimbangkan berbagai hal seperti norma, nilai, risiko dan manfaat.

3) Menghindari situasi atau tempat yang menimbulkan fantasi atau rangsangan seksual seperti berduaan di rumah yang tidak berpenghuni, di pantai malam hari, tempat yang sepi dan gelap.

4) Menghindari frekuensi pertemuan yang terlalu sering karena jika sering bertemu tanpa ada aktifitas yang pasti, maka keinginan untuk mencoba aktifitas seksual biasanya semakin menguat.


5) Melibatkan banyak teman/saudara untuk berinteraksi sehingga kesempatan untuk selalu berdua semakin berkurang. Hal ini juga menghindari ketergantungan yang berlebih dengan pacar.

6) Mencari informasi yang sebanyak-banyaknya tentang masalah seksualitas dari sumber yang dapat dipercaya.

7) Mempertimbangkan risiko dari tiap perilaku seksual yang dipilih.

8) Mendekatkan diri pada Tuhan dan berusaha keras menghayati norma atau nilai-nilai yang berlaku.

9) Memahami bahwa seks bukannya satu-satunya cara untuk mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan.

10) Menghindari sikap-sikap yang dapat menimbulkan rangsangan, seperti menyentuh bagian tubuh yang mudah terangsang sehingga menimbulkan gairah dan hawa nafsu berhubungan seks (BKKBN, 2008).

2. Sumber Informasi

a. Pengertian

Informasi mempunyai definisi yang sangat beragam. Uripni, et al, (cit. Aida, 2003) mendefinisikan informasi sebagai berita yang sifatnya umum, sedangkan informasi massa merupakan aktivitas pokok komunikasi yang mencakup kategori pengawasan lingkungan, tindakan korelasi, transmisi warisan sosial dan hiburan. Informasi merupakan suatu pengertian yang diekspresikan melalui ungkapan mengenai kejadian, kenyataan, kenyataan atau gagasan.

Informasi berfungsi untuk memberikan berita atau pengetahuan. Informasi diberikan atau ditransfer melalui proses komunikasi Komunikasi menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan.

b. Jenis Sumber Informasi

Kaitannya dengan kesehatan reproduksi remaja, maka informasi tentang kesehatan reproduksi dapat diperoleh dari:

1) Media Elektronik

a) Televisi

Dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan atau informasi termasuk informasi kesehatan. Informasi dengan media televisi dapat berbentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab masalah kesehatan, ceramah dan sebagainya. (z Radio

Penyampaian informasi dengn media radio merupakan cara yang cukup efektif karena dapat menjangkau masyarakat luas. Informasi dan pesan yang akan disampaikan melalui radio juga dapat bermacam-macam antara lain: obrolan, tanya jawab, ceramah dan sebagainya. (Machfoeds dan Suryani, 2007)

b) VCD/Film

Kebanyakan VCD/Film ini yang ada menggambarkan romantika adegan seks, sadisme, dan sejenisnya yang dapat menjadi kebutuhan tiap orang. (Suryosubroto cit Safitri, 2006)

c) Internet

Informasi dalam internet adalah informasi tanpa batas informasi apapun yang dikehendaki dapat dengan mudah diperoleh. (Onong, cit Safitri 2006)

2) Media Cetak

a) Surat Kabar

Surat kabar dan majalah merupakan sarana penyampaian informasi dengan jangkauan yang sangat luar sehingga lebih efektif. Informasi kesehatan melalui surat kabar bisa dilakukan mengenai kesehatan. Selain itu juga bisa dilakukan dengan membuat rubrik tentang kesehatan. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

b) Majalah

Majalah biasa menjadi media efektif. Bila isi majalah disesuaikan dengan kepentingan pembaca dan harus berdasarkan materi yang layak diketahui oleh pembaca. (Suryosubroto cit Safitri, 2006)

c) Buletin

Komunikasi berwujud lembaran-lembaran atau buku yang disusun secara teratur oleh suatu organisasi, instansi atau lembaga. Dalam buletin dimuat pernyataan-pernyataan resmi dan singkat yang sangat berguna bagi pembaca.(Suryosubroto cit Safitri, 2006)

d) Buku-buku

Di perpustakaan sekolah buku-buku telah didefinisikan dan diatur secara sistematis sehingga memudahkan orang untuk mencari dan membacanya. (Sudarwan, cit Safitri 2006)

e) Booklet

Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

f) Leaflet

Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat informasi dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi. (Machfoeds dan Suryani, 2007)

g) Poster

Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan informasi kesehatan yang biasanya ditempel di tembok-tembok di tempat umum.(Machfoedz dan Suryani, 2007)

h) Foto

Foto yang digunakan untuk menyampaikan informasi kesehatan adalah foto yang mengungkapkan atau berisi informasi-informasi kesehatan. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

3) Petugas Kesehatan/Penyuluhan

Petugas bisa dijadikan sumber informasi yaitu dengan diadakan penyuluhan/ceramah yang dilaksanakan di sekolah maupun di tempat-tempat lain. Petugas kesehatan/penyuluhan biasanya berasal dari Dinkes, Puskesmas BKKBN atau juga dari LSM. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

4) Orangtua

Keluarga merupakan lingkungan belajar yang pertama. Orangtua mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi kepada anaknya secara benar. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

5) Guru

Di sekolah tugas guru untuk memberikan pengetahuan kepada siswa tentang kesehatan reproduksi. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

6)Teman

Teman sebaya (peer group) adalah para remaja yang atas kesadaran, minat dan kepentingan bersama secara sengaja atau tidak membentuk kelompok dan memiliki serta mengembangkan sendiri konsep-konsep tertentu mengenai lingkungan mereka secara

BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey analytic yaitu penelitian yang menggali bagaimana dan mengapa fenomena ini terjadi, kemudian melakukan analisis korelasi antar variabel yang diteliti (Arikunto, 2002).

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang secara observasional dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian dimana variabel yang termasuk dalam faktor risiko dan variabel yang termasuk dalam efek diobservasi sekaligus dalam waktu yang sama. Dalam penelitian ini variabel jenis sumber informasi dan sikap remaja terhadap perilaku seksual pra nikah diobservasi pada waktu yang sama dengan menyebarkan angket (kuesioner tertutup) pada responden.

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA N 10 Yogyakarta, Kodya Yogyakarta, pada tanggal 4-5 Mei 2009.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

“Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian” (Arikunto, 2002) berdasarkan definisi dari populasi tersebut, maka dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa SMA N 10 Kodya Yogyakarta dengan jumlah siswa 523 orang. Dengan distribusi kelas I berjumlah 175 orang, kelas II berjumlah 170 orang kelas III berjumlah 178 orang, masing-masing angkatan terdiri dari 5 kelompok kelas. Namun karena saat penelitian dilakukan kelas III sudah dianggap lulus dan tidak ada lagi kegiatan di sekolah, sehingga kelas III tidak terlibat dalam sampel maka peneliti tidak mengikutsertakan kelas III dalam populasi. Jumlah populasi yang digunakan sebesar 345 orang.

2. Sampel

“Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti” (Arikunto, 2002). Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah Cluster stratified random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dengan memperhatikan kelompok-kelompok kelas tiap angkatan. Dari hasil sampling yang dilakukan menggunakan program sample size calculator Macorr (Riwidikdo, 2008) dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh jumlah sampel sebesar 152 orang dengan rincian: kelas X IPA3 dengan jumlah siswa 36 orang, X IPS1 dengan jumlah siswa 32 orang, XI IPA1 dengan jumlah siswa 37 orang, XI IPS2 dengan jumlah siswa 31 orang, dan XI IPA2 dengan jumlah siswa 30 orang.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Secara teoritis, variabel didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau subyek yang mepunyai “variasi” antara satu orang dengan orang yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain (Hatch dan Farhady, 1981)

1. Variabel Independen (pengaruh, bebas, stimulus, prediktor) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Hatch dan Farhady, 1981).

Variabel independen dari penelitian ini adalah jenis sumber informasi.

2. Variabel Dependen (dipengaruhi, terikat, output, kriteria, konsekuen) merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat, karena adanya variabel independen. (Hatch dan Farhady, 1981)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah.

D. Definisi Operasional Variabel

1. Sumber Informasi

Yang dimaksud jenis sumber informasi dalam penelitian ini adalah jenis sumber informasi yang paling sering diakses oleh remaja. Variabel ini diukur dengan pertanyaan pilihan yang ditanyakan bersama dengan data karakteristik responden dan digolongkan menjadi: Media Elektronik, Media Cetak, Tenaga Kesehatan, Orangtua, Guru, Teman.Variabel ini berskala nominal.

2. Sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah

Yang dimaksud sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah disini adalah tanggapan/pandangan remaja terhadap perilaku-perilaku seksual sebelum ikatan pernikahan yang sudah terjadi dikalangan remaja ataupun perilaku-perilaku yang menjurus pada hal tersebut. Variabel ini diukur dari tingkat kesetujuan remaja terhadap pernyataan-pernyataan yang diberikan melalui angket yang diberi skor menurut tingkat favorable kemudian jumlah nilainya dirubah menjadi skor-T pada metode Likert.

Variabel ini digolongkan menjadi:

Positif = Bila skor-T ≥ 50

Negatif = Bila skor-T kurang dari 50

Variabel ini berskala ordinal.

E. Definisi Peristilahan

Yang dimaksud perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis sebelum pernikahan (Sarwono, 2003).

F. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen atau alat ukur dalam penelitian ini berupa angket. Pertanyaan ini sudah melewati uji validitas dan reabilitas.

Berikut ini adalah kisi-kisi kuesioner yang akan digunakan untuk mengumpulkan data mengenai jenis sumber informasi dan sikap remaja terhadap perilaku seksual pra nikah:

Tabel 1. Kisi-kisi kuesioner hubungan jenis sumber informasi dengan sikap remaja tehadap perilaku seksual pra nikah

No.

Variabel

Indikator

No. Soal

1

Jenis Sumber Informasi

Media Elektronik, Media Cetak, Tenaga Kesehatan, Orangtua, Guru, Teman

(ditanyakan bersama data karakteristik)

2

Sikap terhadap Perilaku Seksual Pra Nikah

1.Sikap tehadap perilaku berpacaran

2.Sikap tehadap perilaku yang menjurus kearah perilaku seksual

3.Sikap tehadap perilaku seksual aktif pranikah

1, 2, 6,7, 9, 18, 19, 23

4, 5, 10, 11, 12, 14, 15, 20, 22, 24

3, 8, 13, 16, 17, 21, 25

A. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan bersama dengan seorang peneliti lain dari jurusan Keperawatan Poltekkes Departemen Kesehatan Yogyakarta yang juga meneliti tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA N 10 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan selama 2 hari yaitu tiap kelas dibagikan 2 kuesioner sekaligus dalam 1 sesi berdurasi 15 menit dengan meminta jam jadwal pelajaran yang sedang berlangsung. Sebelum membagikan kuesioner, peneliti memberikan penjelasan-penjelasan mengenai tujuan penelitian, kerahasiaan penelitian dan cara pengisian kuesioner. Selanjutnya responden dipersilakan untuk mengisi kuesioner. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner tertutup yang bertujuan untuk mengumpulkan data tentang jenis sumber informasi dan sikap.

Data Sikap diukur dengan skala Likert yang mempunyai rentang Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Dalam pengisian kuesioner responden mengisi sendiri dengan cara memberi tanda “chek” (√) pada jawaban yang dikehendaki sesuai petunjuk pengisian kuesioner pada lembar jawaban yang telah disediakan. Keempat pilihan jawaban tersebut diberi skor yaitu: 1, 2, 3, 4 untuk pernyataan unfavorable dan skor 4, 3, 2, 1 untuk pernyataan favorable. Dari hasil pengujian pada sampel akan diambil kesimpulan penelitian.

B. Analisis Data

1. Analisis Univariat yaitu menganalisa satu variabel.

Analisis data tentang sikap menggunakan skala Likert, yaitu suatu cara untuk memberi interpretasi terhadap skor individu dengan membandingkan skor tersebut dengan harga rata-rata/mean skor kelompok dimana responden itu termasuk. Perbandingan relatif ini akan menghasilkan interpretasi skor individual sebagai lebih/kurang favorable dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Agar perbandingan itu mempunyai arti, haruslah dalam satuan deviasi standar kelompok itu sendiri yang berarti kita harus mengubah skor individual menjadi skor standar. Salah satu skor standar yang biasanya digunakan dalam skala model Likert adalah skor-T, yaitu:

Keterangan:

= Skor responden pada yang hendak diubah menjadi skor T

= mean (rata-rata hitung)

s = Deviasi standar kelompok

2. Analisis Bivariat atau uji korelasi.

Analisis bivariat bertujuan memberikan penjelasan, misalnya variabel satu dengan variabel lainnya. Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel yang diduga berhubungan (Notoatmodjo, 2002) yaitu menggunakan Analisis Chi Square. Teknik analisis menggunakan program R 2.5.1. dimana variabel bebas mempunyai skala nominal dan variabel terikat berskala ordinal.

Sehingga digunakan analisis Chi Square, dengan rumus sebagai berikut :

(fo – fh)2

X2 = ∑

fh

Keterangan : = Chi Square

fo = Frekuensi yang diperoleh

fh = Frekuensi yang diharapkan

0,1 = Taraf signifikasi (Arikunto, 2006)

Pengujian analisis akan dilakukan dengan menggunakan komputer dan kriteria pengujian ditetapkan sebagai berikut :

a. Berdasarkan harga X2

Ho diterima bila X2 hitung <>2 tabel

Ho ditolak bila sig X2 hitung ≥ X2 tabel

b. Berdasarkan harga p (signifikan)

Ho diterima bila sig > 0,05

Ho ditolak bila sig ≤ 0,05

Interpretasi hasil apabila harga X2 hitung ≥ X2 tabel maka ada hubungan antara 2 variabel. Apabila X2 hitung <>2 tabel maka tidak ada hubungan antara 2 variabel, dan apabila ada hubungan maka dilanjutkan ke Koefisien Kontingensi (Coeficient Contingency).

Koefisien Kontingensi yaitu untuk mengetahui seberapa kuat atau erat hubungan kedua variabel, rumus sebagai berikut :

Keterangan :

C = Koefisien kontingensi

n = Jumlah sampel

x2 = Nilai kuadrat hitung

Interpretasi hasil koefisien kontingensi dapat dibagi dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2. Interpretasi kekuatan korelasi

No

Koefisien kontingensi

Interpretasi

1

0,00 – 0,199

sangat lemah

2

0,20 – 0,399

lemah

3

0,40 – 0,599

sedang

4

0,60 – 0,799

kuat

5

0,80 – 1,000

sangat kuat

Sumber : Sopiyudin (2007)

Diposkan oleh Nitya Harinda Putri di 21:50 0 komentar Link ke posting ini http://www.blogger.com/img/icon18_edit_allbkg.gif

Label: Tugas Akhir KTI

KTI BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favorable) pada suatu objek.

(Nurul, 2008)

Edward 1957, (cit. Azwar, 2008) memformulasikan sikap sebagai derajat aspek positif atau aspek negatif terhadap suatu objek psikologis.

Petty & Cacioppo 1986, (cit. Azwar 2008) sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek, atau isu-isu.

Secord & Backman 1964, (cit. Azwar, 2008) keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi tingkah laku yang terbuka. Dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan reaksi tertutup terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap seseorang adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) dan perasaan tidak mendukung (unfavorable) terhadap suatu objek. Sikap merupakan dasar seseorang untuk berperilaku. Jika sikap tersebut positif maka akan berperilaku positif dan sebaliknya jika sikap seseorang tersebut negatif maka cenderung akan muncul sebuah perilaku negatif pula.(Azwar, 2008)

b. Komponen-komponen Sikap

Komponen atau struktur sikap menurut Mar'at, 1984 (cit. Nurul, 2008):

1) Komponen Kognisi yang berhubungan belief (kepercayaan atau keyakinan), ide, konsep, persepsi, stereotipe, opini yang dimiliki individu mengenai sesuatu.

2) Komponen Afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang menyangkut perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi..

3) Komponen Konatif yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok, pengaruh media massa dan pengaruh figur yang dianggap penting. Swastha dan handoko (1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, dan kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap. (Azwar, 2008)

Beberapa pendapat di atas, faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam individu.

1) Pengalaman pribadi

Middlebrook (cit. Azwar, 2008) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.

Dasar pembentukan sikap: pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. (Nurul, 2008)

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan berarti khusus. Misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah dengan orang lain yang dianggap penting. (Nurul, 2008)

3) Pengaruh kebudayaan

Burrhus Frederick Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami (Hergenhan cit. Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah. (Azwar, 2008)

Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan, contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. (Nurul, 2008)

4) Media massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai adanya suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. (Azwar, 2008)

Media massa berupa media cetak dan elektronik., dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat , maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal, hingga membentuk sikap tertentu. (Nurul, 2008)

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan dan ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.

Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang itu tidak mengambil sifat memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap. (Azwar, 2008)

Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang. (Nurul, 2008)

6) Faktor emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. (Azwar, 2008)

a. Tingkatan Sikap

Bloom mengatakan sikap terdiri dari berbagai tingkatan sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2003)

1) Menerima (Reciving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (Responding)

Memberikan apabila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan/mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang tersebut telah menerima ide yang diberikan.

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan sesuatu atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

4) Bertanggung jawab

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

b. Faktor-faktor perubah sikap

Perubahan sikap dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: (Nurul, 2008)

1) Sumber dari pesan (informasi) Sumber dapat berasal dari media massa, seseorang, kelompok, atau institusi. Sumber yang menarik dapat bersifat sangat persuasif meskipun kadang tidak terpercaya.

2) Isi pesan Umumnya berupa kata-kata dan simbol-simbol lain yang menyampaikan informasi. Isi pesan dapat berupa:

a) Usulan, yaitu suatu pernyataan yang kita terima secara tidak kritis. Pesan dirancang dengan harapan orang akan percaya, membentuk sikap, dan terhasut dengan apa yang dikatakan tanpa melihat faktanya. Contohnya: iklan di TV.

b) Menakuti, Cara lain untuk membujuk adalah dengan menakut-nakuti. Jika terlalu berlebihan maka orang menjadi takut sehingga informasi justru dijauhi.

c) Pesan satu sisi dan dua sisi, Pesan satu sisi lebih efektif jika orang dalam keadaan netral atau sudah menyukai suatu pesan. Pesan dua sisi lebih disukai untuk mengubah pandangan yang bertentangan.

3) Penerima pesan Penerima pesan terdiri dari 3 ciri, yaitu: influenceability, arah perhatian dan penapsiran, serta kekebalan saat menerima informasi yang berlawanan.

c. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ditanyakan bagaimana pendapat atau secara tidak langsung dengan pertanyaan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden, meliputi : sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. (Azwar, 2008)

Dengan pengukuran skala likert untuk pertanyaan bersifat positif (favorable) jawaban sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 1, jawaban tidak setuju (TS) diberi nilai 2, jawaban setuju (S) diberi nilai 3 dan jawaban sangat setuju (SS) diberi nilai 4. Sebaliknya, bagi pertanyaan negatif (unfavorable), jawaban sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 4, respon tidak setuju (TS) diberi nilai 3, jawaban setuju (S) diberi nilai 2 dan respon sangat setuju (SS) diberi nilai 1. (Azwar, 2008)

1. Perilaku Seks Pranikah

a. Pengertian

Perilaku adalah respon terhadap stimulus yang sangat ditentukan oleh keadaan stimulus dan individunya (Zein dan Suryani, 2005). Perilaku seks pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis sebelum pernikahan (Sarwono, 2003). Sikap terhadap perilaku seks pranikah adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung/tidak memihak (unfavourable) pada segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis sebelum terikat tali perkawinan yang syah.

Bentuk-bentuk tingkah laku seks pranikah dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku masturbasi, onani, berpegangan tangan, cium pipi, berpelukan, cium bibir, petting dan berhubungan seksual. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi (Sarwono, 2003).

Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil di luar nikah (Sarwono, 2003).

Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain :

1) Masturbasi

Adalah menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapat kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan alat.

Secara medis masturbasi tidak akan mengganggu kesehatan, tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian tubuh lainnya. Masturbasi juga tidak menimbulkan risiko fisik seperti mandul, impotensi, dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak menimbulkan luka dan infeksi. Risiko fisik biasanya berupa kelelahan. Pengaruh masturbasi biasanya bersifat psikologis seperti rasa bersalah, berdosa, dan rendah diri karena melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh agama dan nilai-nilai budaya sehingga jika sering dilakukan akan menyebabkan terganggunya konsentrasi pada remaja.

2) Onani

Onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Sedangkan istilah masturbasi dapat berlaku pada perempuan maupun laki-laki.

3) Petting

Petting adalah melakukan hubungan seksual dengan atau tanpa pakaian tetapi tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, jadi sebatas digesekkan saja ke alat kelamin perempuan. Petting tetap dapat menimbulkan kehamilan, karena spermatozoa dapat masuk ke dalam rahim, jika spermatozoa tertumpah di bibir kemaluan (Depkes RI, 2007).

4) Hubungan Seksual

Hubungan seksual yaitu masuknya penis ke dalam vagina. Bila terjadi ejakulasi (pengeluaran cairan mani yang di dalamnya terdapat jutaan sperma) dengan posisi alat kelamin laki-laki berada dalam vagina memudahkan pertemuan sperma dan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan dan kehamilan (Sarwono, 2003)

b. Faktor penyebab

Penyebab perilaku seks pranikah adalah ketidakmampuan menahan dorongan seksual yang terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1) Kurangnya menghayati ajaran agama, pengetahuan norma sesuai ajaran agama yang kurang disertai penyebab dan akibat seks pranikah.

2) Faktor lingkungan, baik keluarga maupun lingkungan pergaulan. Lingkungan keluarga yang dimaksud adalah cukup tidaknya pendidikan agama yang diberikan orangtua terhadap anaknya. Cukup tidaknya kasih sayang dan perhatian yang diperoleh sang anak dari keluarganya. Cukup tidaknya keteladanan yang diterima sang anak dari orangtuanya, dan lain sebagainya yang menjadi hak anak dari orangtuanya. Jika tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di jalan-jalan serta di tempat-tempat yang tidak mendidik mereka. Anak akan dibesarkan di lingkungan yang tidak sehat bagi pertumbuhan jiwanya. Anak akan tumbuh di lingkungan pergaulan bebas.

3) Pengawasan masyarakat semakin menurun, masyarakat tidak lagi melakukan pengawasan terhadap perbuatan yang melanggar nilai-nilai dan sosial budaya, termasuk hubungan seks pranikah, menyebabkan kapatuhan terhadap nilai-nilai sosial budaya semakin menurun.

4) Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang kurang, sehingga mereka cenderung menggali pengetahuan lebih jauh dengan cara mencoba-coba, ditambah pula dorongan seksual yang kuat.

5) Penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa yang dengan teknologi yang canggih (contoh: VCD, buku, photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.

6) Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, salah memilih teman dapat merugikan masa depan karena mengikuti gaya hidup yang tidak sehat, seperti gaya seks bebas, penggunaan narkoba, tindak kriminal dan kekerasan (Sarwono, 2003).

c. Cara mencegah

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan upaya-upaya untuk mencegah atau menghindari seks pranikah :

1) Mencari kegiatan-kegiatan atau alternatif baru sehingga dapat menemukan kepuasan yang mendalam dalam hal yang positif.

2) Membuat komitmen bersama pacar dan berusaha keras untuk mematuhi komitmen itu. Komitmen dalam hal ini adalah kesepakatan tentang batasan-batasan aktifitas seksual yang dipilih dalam hubungan pacaran. Dalam pengambilan keputusan ini perlu dipertimbangkan berbagai hal seperti norma, nilai, risiko dan manfaat.

3) Menghindari situasi atau tempat yang menimbulkan fantasi atau rangsangan seksual seperti berduaan di rumah yang tidak berpenghuni, di pantai malam hari, tempat yang sepi dan gelap.

4) Menghindari frekuensi pertemuan yang terlalu sering karena jika sering bertemu tanpa ada aktifitas yang pasti, maka keinginan untuk mencoba aktifitas seksual biasanya semakin menguat.


5) Melibatkan banyak teman/saudara untuk berinteraksi sehingga kesempatan untuk selalu berdua semakin berkurang. Hal ini juga menghindari ketergantungan yang berlebih dengan pacar.

6) Mencari informasi yang sebanyak-banyaknya tentang masalah seksualitas dari sumber yang dapat dipercaya.

7) Mempertimbangkan risiko dari tiap perilaku seksual yang dipilih.

8) Mendekatkan diri pada Tuhan dan berusaha keras menghayati norma atau nilai-nilai yang berlaku.

9) Memahami bahwa seks bukannya satu-satunya cara untuk mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan.

10) Menghindari sikap-sikap yang dapat menimbulkan rangsangan, seperti menyentuh bagian tubuh yang mudah terangsang sehingga menimbulkan gairah dan hawa nafsu berhubungan seks (BKKBN, 2008).

2. Sumber Informasi

a. Pengertian

Informasi mempunyai definisi yang sangat beragam. Uripni, et al, (cit. Aida, 2003) mendefinisikan informasi sebagai berita yang sifatnya umum, sedangkan informasi massa merupakan aktivitas pokok komunikasi yang mencakup kategori pengawasan lingkungan, tindakan korelasi, transmisi warisan sosial dan hiburan. Informasi merupakan suatu pengertian yang diekspresikan melalui ungkapan mengenai kejadian, kenyataan, kenyataan atau gagasan.

Informasi berfungsi untuk memberikan berita atau pengetahuan. Informasi diberikan atau ditransfer melalui proses komunikasi Komunikasi menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan.

b. Jenis Sumber Informasi

Kaitannya dengan kesehatan reproduksi remaja, maka informasi tentang kesehatan reproduksi dapat diperoleh dari:

1) Media Elektronik

a) Televisi

Dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan atau informasi termasuk informasi kesehatan. Informasi dengan media televisi dapat berbentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab masalah kesehatan, ceramah dan sebagainya. (z Radio

Penyampaian informasi dengn media radio merupakan cara yang cukup efektif karena dapat menjangkau masyarakat luas. Informasi dan pesan yang akan disampaikan melalui radio juga dapat bermacam-macam antara lain: obrolan, tanya jawab, ceramah dan sebagainya. (Machfoeds dan Suryani, 2007)

b) VCD/Film

Kebanyakan VCD/Film ini yang ada menggambarkan romantika adegan seks, sadisme, dan sejenisnya yang dapat menjadi kebutuhan tiap orang. (Suryosubroto cit Safitri, 2006)

c) Internet

Informasi dalam internet adalah informasi tanpa batas informasi apapun yang dikehendaki dapat dengan mudah diperoleh. (Onong, cit Safitri 2006)

2) Media Cetak

a) Surat Kabar

Surat kabar dan majalah merupakan sarana penyampaian informasi dengan jangkauan yang sangat luar sehingga lebih efektif. Informasi kesehatan melalui surat kabar bisa dilakukan mengenai kesehatan. Selain itu juga bisa dilakukan dengan membuat rubrik tentang kesehatan. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

b) Majalah

Majalah biasa menjadi media efektif. Bila isi majalah disesuaikan dengan kepentingan pembaca dan harus berdasarkan materi yang layak diketahui oleh pembaca. (Suryosubroto cit Safitri, 2006)

c) Buletin

Komunikasi berwujud lembaran-lembaran atau buku yang disusun secara teratur oleh suatu organisasi, instansi atau lembaga. Dalam buletin dimuat pernyataan-pernyataan resmi dan singkat yang sangat berguna bagi pembaca.(Suryosubroto cit Safitri, 2006)

d) Buku-buku

Di perpustakaan sekolah buku-buku telah didefinisikan dan diatur secara sistematis sehingga memudahkan orang untuk mencari dan membacanya. (Sudarwan, cit Safitri 2006)

e) Booklet

Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

f) Leaflet

Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat informasi dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi. (Machfoeds dan Suryani, 2007)

g) Poster

Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan informasi kesehatan yang biasanya ditempel di tembok-tembok di tempat umum.(Machfoedz dan Suryani, 2007)

h) Foto

Foto yang digunakan untuk menyampaikan informasi kesehatan adalah foto yang mengungkapkan atau berisi informasi-informasi kesehatan. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

3) Petugas Kesehatan/Penyuluhan

Petugas bisa dijadikan sumber informasi yaitu dengan diadakan penyuluhan/ceramah yang dilaksanakan di sekolah maupun di tempat-tempat lain. Petugas kesehatan/penyuluhan biasanya berasal dari Dinkes, Puskesmas BKKBN atau juga dari LSM. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

4) Orangtua

Keluarga merupakan lingkungan belajar yang pertama. Orangtua mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi kepada anaknya secara benar. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

5) Guru

Di sekolah tugas guru untuk memberikan pengetahuan kepada siswa tentang kesehatan reproduksi. (Machfoedz dan Suryani, 2007)

6)Teman

Teman sebaya (peer group) adalah para remaja yang atas kesadaran, minat dan kepentingan bersama secara sengaja atau tidak membentuk kelompok dan memiliki serta mengembangkan sendiri konsep-konsep tertentu mengenai lingkungan mereka secara terbuka maupun tertutup. (Saifuddin cit. Safitri, 2006)

PENDIDIKAN SEKS

Buku Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam ini sangat bagus untuk digunakan sebagai pedoman oleh para orang tua dan para pendidik dalam mengajarkan masalah seks pada para remaja. Buku ini tidak hanya diperuntukkan bagi keluarga yang mempunyai latar belakang Muslim saja karena bahasan yang ada dalam buku ini sangat sesuai dan tidak bertentangan dengan pemikiran-pemikiran para tokoh dalam bidang psikologi dan tidak bertentangan dengan hasil penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para seksolog Barat dan Eropa. Meskipun ada beberapa konsep, ide, atau gagasan-gagasan dalam buku ini yang kebenarannya belum dapat dibuktikan secara ilmiah….Tetapi pembaca tidak perlu apatis, karena tidak semua kebenaran dapat dibuktikan secara ilmiah dan tidak semua yang ilmiah adalah suatu kebenaran bukan?. Konsep id (libido sexual), ego (diri), dan superego (introyeksi nilai) dan juga konsep bahwa semua individu lahir dengan membawah dorongan negatif yang dikemukakan oleh Freud juga bukan sesuatu yang ilmiah…tetapi tidak sedikit dari kita yang menggunakan gagasan Freud tersebut sebagai dasar dalam menganalisis suatu masalah. Sebaliknya gagasan Darwin tentang manusia berasal dari kera yang didasari dengan cara berfikir ilmiah…pada akhirnya juga disangsikan dan mendapat perlawanan dari para ilmuwan.He he he kok jadi ngelantur ya….yang jelas buku ini patut dijadikan referensi sebagai pedoman untuk memberikan pendidikan seks pada para remaja. Nah….bagi yang tertarik lanjutkan pembacaan Jenengan, semoga bermanfaat.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUHNYA PERMASALAHAN

Dalam buku ini Madani menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak hanya faktor lingkungan saja yang dapat mempengaruhi muculnya perilaku seks menyimpang dikalangan remaja, tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor gangguan hormonal dan faktor genetik untuk faktor genetik ini pembaca harus menggunakan paradigma bahwa tidak semuanya yang benar itu harus dapat dibuktikan secara ilmiah.

1. Gangguan hormonal

Temperamen seseorang baik anak-anak maupun dewasa berkaitan dengan hormon, begitu juga dengan perilaku seks. Aktivitas seksual sangat berkaitan dengan terpendamnya kedua kelenjar anak-anak, yaitu thymus dan pineal. Ketika kedua kelenjar tersebut dinonaktifkan maka timbuhlah kelenjar-kelenjar seksual. Tumbuhnya kelenjar seksual yang terlalu dini akan mengakibatkan anak untuk berperilaku seksual menyimpang.

2. Faktor genetik

Faktor genetik ini mencakup sifat-sifat orang tua dan orang yang menyusui anak serta hubungan seksual (yang dilakukan oleh orang tua saat memproduksi anak). Artinya bahwa sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tua dan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang yang menyusui itu juga sangat berpengaruh terhadap perilaku anak. Selain itu Waktu, tempat dan kondisi saat orang tua melakukan hubungan seksual juga sangat berpengaruh terhadap perilaku anak. Nabi Muhammad pernah menjelaskan kepada Ali bahwa situasi yang dilarang melakukan hubungan seksual adalah saat takut, gelisah, telah mengkonsumsi hal-hal yang memabukkan, karena hal tersebut dapat menghasilkan perangai negatif pada aspek biologis seperti cacat mental dan lain sebagainya. Saya bribadi sangat yakin semua agama akan melarang hubungan seksual dalam kondisi seperti diatas.

3.Faktor lingkungan

a. Ketidak tahuan orang tua akan pendidikan seks. Banyak orang tua yang tidak mengerti konsep pendidikan seks, sehingga mereka cenderung menyembunyikan masalah seks dari anak-anak, dan membiarkan mereka mencari informasi diluar rumah yang justru sering mengarahkan mereka pada solusi yang menjerumuskan. Para seksolog Barat menganjurkan agar anak dikenalkan dengan pendidikan seks sejak dini.

b. Rangsangan seksual dalam keluarga. Kebanyakan para orang tua kurang mampu menjaga perilaku seksualnya dihadapan anak, misalnya: Bermesraan didepan anak, berciuman didepan anak atau perilaku-perilaku kecil lainnya yang dapat menimbulkan rasa penasaran dan rangsangan seks pada anak.

c. Anak tidak terlatih untuk meminta izin. Masih banyak orang tua yang tidak membiasakan anak untuk meminta ijin ketika masuk kamar orang tua, sehingga terkadang anak dapat melihat aktivitas seksual orang tua.

d. Tempat tidur yang berdekatan. Kebanyakan orang tua belum mengerti, bahwa membiarkan anak tidur dalam satu selimut dengan saudaranya, atau membiarkan anak laki-lakinya yang sudah remaja tidur dengan anak perempuannya dapat menyebabkan munculnya perilaku seks menyimpang.

e. Orang tua memandang remeh ciuman anak laki-laki dan perempuan pada periode terakhir masa kanak-kanak, padahal hal ini juga dapat memicu munculnya perilaku seks penyimpang.

f. Keluarga mengabaikan pengawasan terhadap media informasi, sehingga anak mudah meniru perilaku-perilaku berciuman bermesraan dan lain sebagainya yang tidak jarang diperagakan oleh artis-artis di TV.

g. Teman yang tidak baik juga sangat berpengaruh terhadap munculnya perilaku seks menyimpang.

MEMPERSIAPKAN PENDIDIKAN SEKS BAGI ANAK

Pendidikan seks harus dipersiapkan sejak dini sebelum anak memasuki masa remaja, hal ini dimaksudkan untuk mempersipakan anak dalam menghadapi gejolak-gejolak seksual yang diakibatkan oleh tumbuhnya kelenjar seks pada periode itu. Persiapan pendidikan anak tersebut dapat berupa menghindarkan anak dari melihat sesuatu yang dapat merangsang tumbuhnya kelenjar seksual, memberikan penjelasan kepada anak tentang bertumbuhan fisik yang dialaminya, mengajarkan anak bagaimana cara menggunakan “pembalut” yang baik pada saat haid dan lain sebagainya. Para ilmuwan Barat dan para perumus hukum Islam telah menekankan pentingnya kedua orang tua untuk bersikap sopan dihadapan anak-anaknya yang masih kecil, karena hal tersebut mempunyai pengaruh positif dalam membentuk perilaku seksual bagi setiap individu ketika dia telah mancapai usia matang. Namun demikian yang perlu ditekankan disini bahwa pendidikan seks harus terus diberikan sampai anak menginjak dewasa.

Freud dalam gagasannya tentang libido sexual yang walaupun sulit dibuktikan secara ilmiah, menegaskan bahwa manusia lahir dengan membawah dorongan-dorongan seksual. Menurut Freud ada tiga fase dalam penyaluran dorongan seksual yaitu fase oral (kepuasan terletak di mulut), fase anal (pada fase ini anak sangat suka memainkan “dubur” atau anus) dan fase phalic (pada fase ini kepuasan seksual ada pada kelamin). Para seksolog Barat dan Islam sepakat dengan gagasan Freud tersebut, sehingga mereka menekankan pentingnya mempersiapkan pendidikan sejak dini. Tetapi para seksolog Islam tidak sepakat dengan gagasan Freud bahwa pendidikan seksual harus lebih difokuskan pada periode awal masa anak. Sebaliknya para seksolog Islam lebih sepakat untuk memfokuskan pendidikan seks pada periode akhir masa anak, dengan dasar-dasar sebagai berikut:

Nabi Muhammad saw. bersabda, anak-anak adalah raja pada usia 7 tahun (7 tahun pertama), hamba pada 7 tahun kedua dan menteri pada 7 tahun berikutnya. Kamu harus merasa senang kalau pada usia 11 tahun akhlaknya baik. Jika tidak pukullah perutnya, karena kamu harus telah meluruskan akhlaknya pada usia 11 tahun. Al-Hadist

Maksud hadis diatas adalah: Pada 7 tahun pertama anak dimanjakan, pada 7 tahun kedua anak diajarkan disiplin, dan pada 7 tahun ketiga anak diperlakukan layaknya teman (untuk berdiskusi, diseri tanggung jawab, dan lain sebagainya).

TUJUAN PENDIDIKAN SEKS

Mungkin sebagian dari kita masih menganggap bahwa pendidikan seks justru akan mengarahkan anak pada perilaku seksual penyimpang, pandangan seperti ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengertian tentang tujuan dari pendidikan seks itu sendiri. Pendidikan seks bukan berarti mengajarkan anak untuk berperilaku seksual penyimpang, tetapi sebaliknya memberikan pengertian yang benar kepada anak tentang aturan-aturan dalam berhubungan seksual, apa saja yang boleh dilakukan dan apa saja yang boleh dilakukan oleh anak sesuai dengan tingkat perkembanganny. Menurut Profesor Gawshi, pendidikan seks adalah bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang benar kepada anak dan menyiapkannya untuk beradaptasi secara baik dengan sikap-sikap seksual dimasa depan kehidupannya; dan pemberian pengetahuan ini menyebabkan anak memperoleh kecenderungan logis yang benar terhadap masalah-masalah seksual dan reproduksi.

BEBERAPA ASPEK YANG PERLU DIBERIKAN DALAM PENDIDIKAN SEKS

Dalam memberikan pendidikan seks orang tua harus memasukkan aspek-aspek ketuhanan, misalnya memberikan penjelasan kepada anak, tentang asal mula kehidupan ini, apa yang harus dilakukan oleh manusia di dunia dan kemana manusia akan kembali untuk mempertanggung jawabkan perilaku yang telah diperbuat semasa hidupnya. Hal ini perlu diberikan sebagai doktrin dan sekaligus sebagai energi yang akan mengarahkan arah perilaku anak. Selain itu orang tua juga perlu memasukkan aspek kemanusiaan, menjelaskan tentang pentingnya menjaga kehormatan diri dihadapan orang lain, seperti tidak membiarkan orang lain melecehkannya secara seksual, tidak memperlihatkan bagian tubuhnya yang sesual kepada orang lain (dalam Islam telah diatur tentang perlunya menjaga aurat).

UPAYA PREVENTIF UNTUK MENCEGAH PERILAKU SEKSUAL PENYIMPANG

Upaya pendegahan dapat dilakukan sejak dini oleh orang tua, dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan munculnya perilaku seksual penyimpang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Penggunaan sentuhan spiritualitas ketika orang tua melakukan hubungan seksual juga sangat dianjurkan sebagai upaya preventif, seperti membaca do’a sebelum bersenggama, membaca do’a memohon anak dan lain sebagainya.

Sumber:h2dy.wordpress.com