Contoh artikel : Makna opini akuntan

Polemik mengenai opini akuntan yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada akhir-akhir ini telah melebar dari makna hakikinya sebagai suatu produk profesi akuntan yang didasarkan pada standar akuntansi dan standar audit. Sebagai salah satu barang publik, opini akuntan dibutuhkan untuk menjamin dan melindungi kepentingan publik dari penyajian informasi yang bias.

Opini akuntan diberikan terhadap laporan keuangan yang disampaikan manajemen suatu organisasi. Laporan keuangan merupakan laporan akuntabilitas manajemen yang telah mendapatkan amanah untuk menjalankan operasi dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada. Laporan keuangan yang dikeluarkan tersebut dibutuhkan para penggunanya untuk menunjang proses pengambilan keputusan mereka.

Sebagai pihak yang berada jauh dari manajemen, para pengguna tersebut tentunya tidak memiliki informasi yang memadai berkaitan dengan pengelolaan organisasi dengan semua sumber dayanya. Apabila kondisi itu dibiarkan, pengguna akan salah dalam pengambilan keputusan ekonomi, sosial, maupun politiknya. Seiring dengan itu, dengan terjadinya kesenjangan informasi, manajemen dapat melakukan moral hazzard.

Untuk mengatasi hal tersebutlah, profesi auditor sangat dibutuhkan sebagai profesi yang melindungi kepentingan publik.

Makna opini akuntan

Dalam terminologi akuntansi dan pengauditan, terdapat empat macam opini yang diberikan auditor terhadap laporan keuangan manajemen, yang meliputi opini wajar tanpa pengecualian (WTP = unqualified opinion), opini wajar dengan pengecualian (WDP = qualified opinion), menolak memberikan opini (disclaimer opinion), dan tidak wajar (adverse opnion).

Opini akuntan tersebut diberikan kepada laporan keuangan secara utuh yang terdiri atas neraca, laporan rugi/laba (laporan realisasi anggaran), laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

Opini WTP menunjukkan bahwa laporan keuangan tersebut telah disajikan secara wajar, tidak terdapat kesalahan yang material, dan sesuai standar, sehingga dapat diandalkan pengguna dengan tidak akan mengalami kesalahan dalam proses pengambilan keputusan. Opini WDP berarti bahwa laporan keuangan masih wajar, tidak terdapat kesalahan yang material, sesuai dengan standar, namun terdapat catatan yang perlu diperhatikan.

Opini disclaimer berarti bahwa terdapat suatu nilai yang secara material (signifikan) tidak dapat diyakini auditor. Kondisi itu dipicu adanya suatu pembatasan ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan manajemen serta sistem pengendalian inter sedemikian lemahnya, sehingga auditor tidak mendapatkan keyakinan mengenai substansi laporan keuangan tersebut.

Sedangkan adverse opinion menunjukkan bahwa laporan keuangan sangat buruk dan secara material benar-benar tidak dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan.

Implikasi opini akuntan

Laporan keuangan diperlukan untuk menciptakan kredibilitas manajemen di mata stakeholders-nya. Mengingat hanya manajemen yang memiliki informasi yang berkaitan dengan substansi laporan keuangan tersebut, pihak yang independen diperlukan untuk memberikan pendapatnya dalam rangka meningkatkan kredibilitas laporan keuangan tersebut.

Untuk organisasi komersial, opini akuntan akan memengaruhi para investor, calon investor, dan kreditur dalam proses penetapan investasi dan pemberian kredit yang akan mereka lakukan kepada organisasi. Opini akuntan juga akan berdampak pada harga saham organisasi. Opini yang disclaimer bagi organisasi komersial tentunya akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup organisasi (perusahaan) tersebut.

Bagi organisasi publik, seperti pemerintah, laporan keuangan diperlukan sebagai sarana untuk akuntabilitas di samping bermanfaat untuk proses pengambilan keputusan oleh penggunanya. Akuntabilitas berarti pemerintah mampu menjawab semua pertanyaan yang berkaitan dengan amanah yang diembannya.

Dalam kaitan dengan opini disclaimer yang diberikan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) harus disikapi secara objektif sebagai suatu bagian dari pelaksanaan manajemen publik. Kalau kita lihat perjalanan sejarah bangsa kita, kewajiban untuk menyusun laporan keuangan pemerintah secara eksplisit baru dinyatakan dalam undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU itu merupakan upaya besar dari Departemen Keuangan untuk mereformasi bidang keuangan negara, mengingat sebelum itu, pemerintah masih mengelola keuangan negara dengan berdasarkan pada peraturan zaman Belanda, yakni ICW tahun 1925. Dengan demikian, berarti proses menuju tertib pengelolaan keuangan negara yang benar masih dalam tahap pembelajaran.

Sehubungan dengan hal tersebut, opini disclaimer atas LKPP tidak berarti bahwa kredibilitas dan akuntabilitas pemerintah menjadi buruk. Sebagai suatu organisasi publik, kinerja pemerintah tidak hanya tersajikan dalam laporan keuangan. Kinerja pemerintah sebagai penyedia pelayan publik terlalu besar dan sangat majemuk untuk ditampilkan dalam LKPP. Dengan demikian, opini disclaimer terhadap LKPP tidak dapat diartikan bahwa pemerintah sudah tidak kredibel dan tidak akuntabel. Luasnya target-target pembangunan nasional yang wajib dicapai pemerintah, seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, dan peningkatan lapangan pekerjaan harus dilihat sebagai keberhasilan yang patut untuk dihargai.

Namun demikian, pemerintah tetap harus melakukan berbagai perbaikan yang signifikan agar LKPP mendapatkan opini yang lebih baik pada tahun-tahun mendatang. Apabila kondisi disclaimer terus terjadi tentunya akan berdampak negatif terhadap kredibilitas dan akuntabilitas pemerintah secara nasional maupun internasional.

Berbagai kondisi yang memicu terbitnya opini disclaimer LKPP perlu segera ditindaklanjuti. Kondisi tersebut meliputi antara lain, belum adanya neraca awal pemerintah, lemahnya sistem pengendalian intern pemerintah serta berbagai kondisi yang belum mencerminkan pengelolaan keuangan secara kredibel perlu segera dibenahi.

taked of www.mediaindonesia.com